Sunday 16 November 2014

SIROSIS HEPATIS




MAKALAH
KEPERWATAN MEDIKAL BEDAH
SIROSIS HEPATIS



Dosen pembimbing:
Agustina Nur Arofah, S.Kep.Ns
Disusun oleh :

Rifki Hidayat


AKADEMI KEPERAWATAN AL HIKMAH 2
BENDA SIRAMPOG BREBES
2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa,karena atas rahmat dan karunianya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya. Yang berjudul Sirosis Hepatis
Makalah ini dibuat dengan sebaik-baiknya agar dapat dimengerti oleh seluruh pembacanya. Namun kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik pembaca sangat kami harapkan untuk pembuatan makalah berikutnya.
            Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, pendidikan kesehatan. Dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin










                                                            Benda, Oktober  2014


Penyusun








DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................................... i
Kata pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang.................................................................................................................. 1
Tujuan................................................................................................................................ 1
BAB II Konsep Dasar
Pengertian.......................................................................................................................... 3
Klasifikasi.................................................................................................................. ....... 3
Etiologi.............................................................................................................................. 5
Anatomi fisiologi hati........................................................................................................ 6
Patofisiologi....................................................................................................................... 7
Pathway............................................................................................................................. 9
Penatalaksanaan............................................................................................................... 10
Komplikasi................................................................................................................. ..... 11
BAB III
Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan................................................................. ..... 16
Daftar Pustaka

 


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh system arsitekture hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat ( firosis ) di sekitar paremkin hati yang mengalami regenerasi. sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan strukture hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak normal.
Peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel menyebabkan banyaknya terbentuk jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang di bentuk oleh sel paremkim hati yang masih sehat.akibatnya bentuk hati yang normal akan berubahdisertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena pota yang akhirnya menyebakan hipertensi portal.
Penyebab sirosis hati beragam. selain disebabkan oleh virus hepatitis B ataupun C, bisa juga di akibatkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, bergai macam penyakit metabolik, adanya ganguan imunologis, dan sebagainya.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun ( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker ). di seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian, 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit in. sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering di temukan dalam ruangan perawatan bagian penyakit dalam.
B.       Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan dengan diagnosa medis sirosis hepatis
2.      Tujuan Khusus
a.        
1
Untuk mengetahui pengertian sirosis hepatis
b.         Untuk mengetahui etiologi sirosis hepatis
c.         Untuk mengetahui manifestasi klinis sirosis hepatis
d.        Untuk mengetahui patofisiologi sirosis hepatis
e.         Untuk mengetahui pathway sirosis hepatis
f.          Untuk mengetahui penatalaksanaan sirosis hepatis
g.         Untuk mengetahui komplikasi sirosis hepatis
h.         Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis hepatis
   













BAB II
                                                  KONSEP DASAR                        

A.    DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).

B.     KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
1.    Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata.
2.    Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
3
 
Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
a.    Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b.    Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c.    Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.

Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
a.    Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
b.    Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c.    Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.


C.    ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada  dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1.        Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
2.        Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang  bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3.        Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
a.     Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b.    Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.


D.    ANATOMI DAN FUNGSI HATI
1.        ANATOMI HATI
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.  
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
2.        FUNGSI HATI
Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi yang terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan dapat dilihat dari sel-sel dalam hati.
a.         Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
1)   Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
2)   Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3)   Sebagai alat saringan (filter) Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.


b.        Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi
1)      Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah :
a)      Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang, protein, lemak, empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
b)      Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati menyimpan makanan tersebut tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri tetapi untuk organ lainya juga.
c)      Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.
d)     Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun endogen yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.
2)      Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo endothelial.
a)      Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b)      Membentuk a-globulin dan immune bodies
c)      Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau makromolekuler.

E.     PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
1.        Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.





















2.        Pathway 
Virus hepatitis                                                             Alkoholisme

Nekrosis parenkhim hati

Pembentukan jaringan ikat
 

Kegagalan parenkhim hati      hipertensi portal             asites                           ensepalopati

Mual-mual                               varises esophagus        penekanan diafragma 
Nafsu makanmenurun                                                                kesadaran turun
Kelemahan otot
Cepat leleh                          tekanan meningkat       ruang paru memyempit
resiko tinggi cidera
Perubahan  nutrisi                   pembuluh darah pecah     sesak nafas
Intoleransi aktifitas
Defisit perawatan diri                                                            pola nafas tidak efektif           
 

Hematemisis                            melena
 

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Gangguan perfusi jaringan
cemas


F.     GEJALA DAN TANDA KLINIS
1.        GEJALA
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.

2.        TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a.              Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
b.             Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c.              Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d.             Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
G.    KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1.             Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2.             Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3.             Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan
4.             Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple
5.             Infeksi
Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Pemeriksaan Laboratorium
a.    Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b.    Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
c.    Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d.   Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
2.    Sarana Penunjang Diagnostik
a.       Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b.      Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c.       Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

I.       PENATALAKSANAAN MEDIS
1.         Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2.         Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3.         Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.
4.         Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dengan glukosa.
5.         Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :
1.         Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2.         Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
3.         Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepatik.

















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

A.      PENGKAJIAN
1.             Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
2.             Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
3.             Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
4.             Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
5.             Riwayat Sosial Ekonomi
16
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
6.             Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).
7.             Pemeriksaan Fisik
§  Kesadaran dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
§  Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala - kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
1.        Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
2.        Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
3.        Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.
B.       DIAGNOSA
a.              Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
b.             Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
c.              Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.





C.      Intervensi
a.              Diagnosa Keperawatan 1 :
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
Tujuan :
Status nutrisi baik Intervensi :
Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
    • Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.
      Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
    • Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantara makan.
      Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
    • Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural.
      Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
    • Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak.
      Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan.
    • Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium.
      Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat.
    • Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
      Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah
    • Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim pencernaan.
      Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.
    • Kolaborasi pemberian antiemetik
      Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.
b.             Diagnosa Keperawatan  2.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
    • Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
      Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
    • Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
      Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
    • Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
      Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
    • Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
      Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
c.              Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
Tujuan : Integritas kulit baik
Intervensi :
    • Batasi natrium seperti yang diresepkan.
      Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
    • Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
      Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
    • Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
      Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
    • Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
      Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
    • Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
      Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
    • Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
      Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.

No comments:

Post a Comment