MAKALAH
KEPERWATAN MEDIKAL BEDAH
SIROSIS HEPATIS
Dosen pembimbing:
Agustina Nur Arofah, S.Kep.Ns
Disusun oleh :
Rifki Hidayat
AKADEMI KEPERAWATAN AL HIKMAH 2
BENDA SIRAMPOG BREBES
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah Yang Maha Esa,karena atas rahmat dan karunianya kepada kami
sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya. Yang berjudul Sirosis Hepatis
Makalah ini
dibuat dengan sebaik-baiknya agar dapat dimengerti oleh seluruh pembacanya.
Namun kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran
dan kritik pembaca sangat kami harapkan untuk pembuatan makalah berikutnya.
Kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, pendidikan
kesehatan. Dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin
Benda,
Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................................... i
Kata pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang.................................................................................................................. 1
Tujuan................................................................................................................................ 1
BAB II Konsep Dasar
Pengertian.......................................................................................................................... 3
Klasifikasi.................................................................................................................. ....... 3
Etiologi.............................................................................................................................. 5
Anatomi fisiologi hati........................................................................................................ 6
Patofisiologi....................................................................................................................... 7
Pathway............................................................................................................................. 9
Penatalaksanaan............................................................................................................... 10
Komplikasi................................................................................................................. ..... 11
BAB III
Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan................................................................. ..... 16
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sirosis hepatis
adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan
seluruh system arsitekture hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan
terjadi penambahan jaringan ikat ( firosis ) di sekitar paremkin hati yang
mengalami regenerasi. sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di
karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan strukture hepar normal menjadi
penuh nodule yang tidak normal.
Peradangan sel
hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel menyebabkan banyaknya
terbentuk jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang di
bentuk oleh sel paremkim hati yang masih sehat.akibatnya bentuk hati yang
normal akan berubahdisertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan
terganggunya aliran darah vena pota yang akhirnya menyebakan hipertensi portal.
Penyebab
sirosis hati beragam. selain disebabkan oleh virus hepatitis B ataupun C, bisa
juga di akibatkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, bergai macam penyakit
metabolik, adanya ganguan imunologis, dan sebagainya.
Di negara maju,
sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada pasien yang
berusia 45 – 46 tahun ( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker ). di
seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian, 25.000 orang
meninggal setiap tahun akibat penyakit in. sirosis hati merupakan penyakit hati
yang sering di temukan dalam ruangan perawatan bagian penyakit dalam.
B.
Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Mahasiswa
dapat memberikan asuhan keperawatan dengan diagnosa medis sirosis hepatis
2.
Tujuan
Khusus
a.
1
|
b.
Untuk
mengetahui etiologi sirosis hepatis
c.
Untuk
mengetahui manifestasi klinis sirosis hepatis
d.
Untuk
mengetahui patofisiologi sirosis hepatis
e.
Untuk
mengetahui pathway sirosis hepatis
f.
Untuk
mengetahui penatalaksanaan sirosis hepatis
g.
Untuk
mengetahui komplikasi sirosis hepatis
h.
Untuk
mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis hepatis
BAB II
KONSEP
DASAR
A.
DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah
penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah
diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati
kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah
penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis
sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
(Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah
penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).
B.
KLASIFIKASI
Secara klinis
chirrosis hati dibagi menjadi:
1.
Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata.
2. Chirrosis hati
dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Chirrosis
hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu
tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui
biopsi hati.
3
|
Secara
morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul,
yaitu:
a. Makronoduler
(Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler
(reguler, monolobuler)
c. Kombinasi
antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall
seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
a.
Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan
bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy
chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b.
Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan
bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty
cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama
faktor lipotropik.
c.
Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang
terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen
secara morfologi membagi atas:
a.
Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional),
dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan
oleh alkoholis kronis
b.
Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita
jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut
yang terjadi sebelumnya.
c. Chirrosis
bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati
yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus
biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran
empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama
terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi
oleh jaringan parut.
C.
ETIOLOGI
Penyebab
Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis
tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua penyebab yang dianggap paling sering
menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1.
Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut
sebagai salah satu penyebab chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian
Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit
hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa
sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan
dengan hepatitis virus A
2.
Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis.
Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan
kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat
jarang, namun peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada
kerusakan parenkim hati.
3.
Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe
portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu:
a.
Sejak dilahirkan si penderita menghalami
kenaikan absorpsi dari Fe.
b.
Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita),
misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya
absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
D.
ANATOMI DAN
FUNGSI HATI
1.
ANATOMI HATI
Hati adalah
organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah
diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal.
Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.
Hati terbagi
menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum
falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan
di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus
kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian
utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati
dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus
peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya
Hati disuplai
oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari
lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida,
vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica, cabang
dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
2.
FUNGSI HATI
Hati selain
salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi yang
terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan
dapat dilihat dari sel-sel dalam hati.
a.
Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya
diantaranya ialah;
1)
Ikut mengatur keseimbangan cairan dan
elekterolit, karena semua cairan dan garam akan melewati hati sebelum ke
jaringan ekstraseluler lainnya.
2)
Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur
volume darah, misalnya pada dekompensasio kordis kanan maka hati akan
membesar.
3) Sebagai alat
saringan (filter) Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah
diserap oleh intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.
b.
Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi
1)
Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah :
a)
Sebagai pusat metabolisme di antaranya
metabolisme hidrat, arang, protein, lemak, empedu, Proses metabolisme akan
diuraikan sendiri
b) Sebagai alat penyimpan
vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. Hati menyimpan makanan tersebut
tidak hanya untuk kepentingannnya sendiri tetapi untuk organ lainya juga.
c) Sebagai alat
sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan mengeluarkan glukosa,
protein, factor koagulasi, enzim, empedu.
d)
Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam
toksik baik eksogen maupun endogen yang masuk ke badan akan mengalami
detoksifikasi dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.
2) Fungsi sel kupfer
sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo endothelial.
a)
Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b) Membentuk a-globulin
dan immune bodies
c)
Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan
elemen puskuler atau makromolekuler.
E.
PATOFISIOLOGI
DAN PATHWAY
1.
Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan
peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang
luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati,
walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir
sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah
jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran
dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran
darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi
pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi
peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi
fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible
menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada
daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi
sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan
fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah
sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin
sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan
dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke
parenkim hati.
2.
Pathway
Virus
hepatitis Alkoholisme
Nekrosis
parenkhim hati
Pembentukan
jaringan ikat
Kegagalan
parenkhim hati hipertensi portal
asites ensepalopati
Mual-mual varises esophagus penekanan diafragma
Nafsu
makanmenurun
kesadaran turun
Kelemahan
otot
Cepat
leleh tekanan meningkat ruang paru memyempit
resiko tinggi
cidera
Perubahan nutrisi pembuluh
darah pecah sesak nafas
Intoleransi aktifitas
Defisit perawatan diri pola nafas tidak efektif
Hematemisis melena
Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit
Gangguan
perfusi jaringan
cemas
F.
GEJALA DAN
TANDA KLINIS
1.
GEJALA
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis,
karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan,
hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri
lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada
chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi
noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2.
TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a.
Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang
merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit
dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus
dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya
pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
b.
Timbulnya asites dan edema pada penderita
chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat
protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor
utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema
umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air.
c.
Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma
dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan
menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d.
Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan
darah vena portal yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal
adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
G.
KOMPLIKASI
Komplikasi
chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1.
Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling
sering dan berbahaya pada chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya
varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau
hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar
berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2.
Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati
yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama
sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran
penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum
primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital
terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna.
Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena
kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena
perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh
substansia nitrogen.
3.
Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis
Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster
dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah
timbulnya defisiensi makanan
4.
Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis
Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi
noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple
5.
Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan
mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun.
Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah :
peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis
kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun
septikemi.
H.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Pemeriksaan Laboratorium
a.
Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat
bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka
ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan
kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b.
Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada
penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang
tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu
suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
c.
Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia
yang ringan, kadang –kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan
asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah
mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi.
Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d.
Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes
faal hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi
portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang
normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis
hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin
dalam darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang
masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain
itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk
mendeteksi kelainan hati secara dini.
2.
Sarana Penunjang Diagnostik
a.
Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan
ialah,: pemeriksaan fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic
Porthography (PTP)
b.
Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk
mendeteksi kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung
pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan
tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut
terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c.
Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan
hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol
berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati,
tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
I.
PENATALAKSANAAN
MEDIS
1.
Istirahat di tempat tidur sampai terdapat
perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2.
Diet rendah protein (diet hati III protein
1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah
garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif
diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125
gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein
dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali
sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein
yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein,
dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang
baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3.
Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan
memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.
4.
Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan
pemberian asam amino esensial berantai cabang dengan glukosa.
5.
Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan
dan minum bahan yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :
1.
Istirahat dan diet rendah garam. Dengan
istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis
dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah
pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2.
Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat
diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari
(awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak
terdapat perubahan.
3.
Bila terjadi asites refrakter (asites yang
tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan
terapi parasentesis. Walupun merupakan cara pengobatan asites yang tergolong
kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak
kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai
dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain
albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah
pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan
diuretik biasanya tetap diperlukan.Pengendalian cairan asites. Diharapkan
terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak
dikeluarkan dalam suatu saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepatik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS
A.
PENGKAJIAN
1.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa
keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan
yang dapat muncul.
2.
Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit
yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga
menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol
dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam
status jasmani serta rohani pasien.
3.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga
sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis
hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga.
Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari
keluarga pasien.
4.
Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari
perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan
penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir
premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian
yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
5.
Riwayat Sosial Ekonomi
16
|
6.
Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat
ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan
sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan
sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian,
emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat
perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat
dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti
infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan
tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper,
& Dirksen, 2000).
7.
Pemeriksaan Fisik
§
Kesadaran dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
§
Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik
Kepala - kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
1.
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan
hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil
prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul
dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan
adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati
dengan hipertensi portal.
2.
Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur
dengan 2 cara :
-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
3.
Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat
diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut:
perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada,
pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya
eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan
hemoroid.
B.
DIAGNOSA
a.
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
b.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelelahan dan penurunan berat badan.
c.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
pembentukan edema.
C.
Intervensi
a.
Diagnosa Keperawatan 1 :
Perubahan
status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
Tujuan :
Tujuan :
Status
nutrisi baik Intervensi :
Kaji
intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
- Berikan makanan sedikit dan
sering sesuai dengan diet.
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik. - Tawarkan perawatan mulut
(berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen
karet, penyegar mulut diantara makan.
Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005). - Identifikasi makanan yang
disukai termasuk kebutuhan kultural.
Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien. - Motivasi pasien untuk
menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak.
Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan. - Berikan bahan penganti garam
pengganti garam yang tidak mengandung amonium.
Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat. - Berikan diet 1700 kkal (sesuai
terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah - Berikan obat sesuai dengan
indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim
pencernaan.
Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare. - Kolaborasi pemberian
antiemetik
Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.
b.
Diagnosa Keperawatan
2.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
- Tawarkan diet tinggi kalori,
tinggi protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan. - Berikan suplemen vitamin (A, B
kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan. - Motivasi pasien untuk
melakukan latihan yang diselingi istirahat
Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien. - Motivasi dan bantu pasien
untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara
bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
c.
Diagnosa Keperawatan
3. :
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
Tujuan : Integritas kulit baik
Intervensi :
Tujuan : Integritas kulit baik
Intervensi :
- Batasi natrium seperti yang
diresepkan.
Rasional : Meminimalkan pembentukan edema. - Berikan perhatian dan
perawatan yang cermat pada kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma. - Ubah posisi tidur pasien
dengan sering.
Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema. - Timbang berat badan dan catat
asupan serta haluaran cairan setiap hari.
Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik. - Lakukan latihan gerak secara
pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema. - Letakkan bantalan busa yang
kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.
No comments:
Post a Comment